Rabu, 25 Januari 2012

KASUS WISMA ATLET

Kasus proyek Wisma Atlet SEA Games di Palembang lebih kompleks dari kasus Kemenakertrans.
VIVAnews - Wakil Ketua Komisi III Bidang Hukum DPR Aziz Syamsuddin mempertanyakan kerja Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus Wisma Atlet SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan. Menurut Aziz, mengapa KPK lambat dalam menangani kasus itu dibanding kasus suap di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

"Kenapa proses kasus Wisma Atlet tidak seperti di Kemenakertrans. Padahal itu juga menyangkut Badan Anggaran DPR," kata Aziz Syamsuddin dalam rapat bersama pimpinan KPK di gedung DPR, Jakarta, Senin 3 Oktober 2011.
Aziz pun mempertanyakan penanganan kasus Wisma Atlet. Menurut Aziz, KPK terlihat cepat reaktif dalam menangani kasus dugaan suap di dalam Kementerian pimpinan Muhaimin Iskandar. "Ada apa di balik ini?" kata politisi Partai Golkar ini.
Ketua KPK Busyro Muqoddas menjawab pertanyaan Aziz Syamsuddin. Menurut Busyro, kasus dugaan suap dalam pembangunan proyek Wisma Atlet SEA Games di Palembang lebih kompleks dari kasus suap di Kemenaketrans.
"Wisma Atlet ini lebih kompleks. Tidak mungkin kami lebih cepat menangani dari kasus yang kedua (Kemenakertrans). Semuanya itu berbasis data," kata Busyro.
Dalam kasus Kemenakertrans, KPK sudah memanggil empat pimpinan Badan Anggaran DPR sekaligus. Pemanggilan pimpinan Badan Anggaran itulah yang menuai polemik.

DPR menilai, pemanggilan empat pimpinan Badan Anggaran secara bersamaan mengganggu proses pembahasan RAPBN 2012. DPR juga mempertanyakan kapasitas pemanggilan empat pimpinan Badan Anggaran, sebagai saksi atau lembaga.
KPK menjelaskan, pemanggilan empat pimpinan Badan Anggaran itu termasuk dalam teknis penyidikan. Pemanggilan itu dalam kapasitasnya sebagai pribadi. "Dipanggil sebagai saksi, untuk mengklarifikasi adanya pernyataan dari pihak yang sudah dipanggil lainnya," kata Busyro. (umi)
Kasus Suap Wisma Atlet Sea Games 2011
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta segera mengumumkan tersangka baru dalam kasus suap wisma atlet Sea Games 2011.
Informasi terbatas yang disampaikan Ketua KPK Busyro Muqoddas beberapa waktu lalu, bahwa tersangka baru itu berlatarbelakang politisi dinilai telah menimbulkan “kegaduhan” yang tidak perlu.
“Ini posisi yang tidak menguntungkan bagi parpol. Saya berharap jangan sampai Pak Busyro terkesan melakukan delegitimasi terhadap parpol,” kata Ketua DPP PDIP Bidang Hukum, HAM dan Peraturan dan Perundangan Trimedya Panjaitan di Jakarta, kemarin (13/10).
Dia mengakui proses hukum yang tengah berjalan memang harus dihormati oleh semua pihak. Namun, prosesnya sendiri juga harus tetap profesional dan proporsional. Karena itu, tidak tepat kalau kasus suap yang telah menyeret mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M.Nazaruddin itu disimplikasi sebagai beban parpol semata.
“Kesannya Ketua KPK seperti politisi yang omongannya sering bersayap. Padahal, hukum itu harus pasti,” ujar anggota Komisi III DPR yang khusus membidangi hukum, itu.
Tak kunjung diumumkannya tersangka baru dalam kasus suap wisma atlet bisa jadi karena KPK masih harus melakukan pendalaman. Namun, karena terlanjur sudah “dijanjikan” Busyro, persoalannya menjadi lain. “Pak Busyro mungkin mau bikin penasaran dulu. Mestinya tidak perlu seperti itu,” kata Trimedya.
“Jadi, segera saja disampaikan Pak Busyro siapa itu. Supaya tidak berlarut -larut opini yang tidak baik,” tutur Trimedya.
Sejauh ini sudah ada tiga politisi yang pernah dipanggil KPK sebagai saksi. Salah satunya adalah Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Yang lain adalah dua anggota Komisi X DPR, yakni Angelina Sondakh dari Fraksi Partai Demokrat dan Wayan Koster dari Fraksi PDIP.
Terkait Wayan Konster, jajaran elit PDIP berkeyakinan sepenuhnya kalau kadernya itu tidak terlibat. “Kami yakin Pak Koster bukan yang dimaksud Pak Busyro,” kata Trimedya. Menurut dia, DPP PDIP telah menanyakan persalan ini langsung kepada Koster. Termasuk proses pemeriksaan di KPK yang telah dijalaninya dalam kapasitas sebagai saksi. “Pada intinya, Pak Koster bilang tidak pernah menerima duit dari Nazaruddin, maupun dari orang -orang yang terafiliasi dengan Nazaruddin,” jelasnya. “Pak Koster juga hanya kenal-kenal begitu saja dengan Nazaruddin, tidak akrab,” imbuh Trimedya.
Sebelumnya, Anas Urbaningrum menyatakan menyerahkan sepenuhnya proses hukum atas kasus tersebut kepada KPK. “Karena kasusnya (wisma atlet, Red) sedang ditangani KPK, ya biar lah prosesnya di KPK,” kata Anas saat menghadiri rapat kerja pimpinan wilayah (rakerpimwil) dan dialog kebangsaan Pemuda Muhammadiyah Jawa Tengah di kampus I Universitas Muhammadiyah Magelang (UMM), Sabtu (12/11).
Anas juga menegaskan dirinya tidak “menggarong” uang Negara. Bahkan, dia merasa upaya untuk menyudutkan dirinya masuk ranah politik. Dia meyakini ada sutradara dan skenarionya. “Ini urusan politik. Ada sutradaranya. Kalau dia (sutradara) bilang A, ya harus A,” ujar Anas. (pri/jpnn)
Anas Siap Diperiksa
KETUA Umum Partai Demokrat (PD), Anas Urbaningrum mengaku siap diproses secara hukum, tuduhan-tuduhan yang dilontarkan M Nazaruddin. Pernyataan itu ditegaskan saat menghadiri malam final Bola Volley Angelina Sondakh Cup 2011 di GOR WR Supratman, Purworejo, Sabtu (12/11) malam. “Silahkan saja, dia mau menyerahkan dokumen apapun kepada Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK), karena memang kewajibannya untuk mencari pembelaan dalam proses hukum yang dijalaninya, kalau saya terbukti salah, saya siap diproses hukum. Kita ini tinggal di negara hukum, jadi harus taat pada hukum,” ujarnya.
Anas mengatakan, apa yang menjadi pemberitaan selama ini, sama sekali tidak mengganggu dirinya, telerbih kasus tersebut kini sudah diserahkan dan ditangani KPK. “Semua kan sudah di serahkan pada KPK, kita lihat saja hasilnya, semua sudah saya terangkan pada KPK,” ucap Anas, usai menyerahkan Piala Angelina Sondakh Cup 2011.
Lebih lanjut Anas mengungkapkan, terkait tuduhan yang gencar dilakukan oleh M Nazaruddin, dimana dirinya dituduh sebagai aktor intelektual utama dalam kasus suap Wisma Atelit, sudah dijelaskan semuanya oleh Anas kepada KPK.
“Biarkan saja, dia mau bilang apa, yang penting saya sudah jelaskan semuanya pada KPK, itukan baru kata-kata dari Nazaruddin, bukan dari KPK. Ya biarkan saja mau bilang apa, semua warga Negara kan berhak mengekuarkan pendapatnya, yang penting hasil dari proses hukum nantinya, dan bagai mana hasil penyidikan KPK,” imbuhnya.
Dicecar pertanyaan seputar adanya dokumen yang di serahkan Nazaruddin kepada KPK, Anas menjelaskan, dokumen yang diberikan oleh Nazaruddin pada KPK biarlah digunakan untuk proses penyidikan KPK, Anas bahkan mengaku telah siap dengan tuduhan dari Nazaruddin. “Kembali saya ucapkan, saya siap diproses hukum jika saya terbukti bersalah,” tegasnya.
Sementara itu, Angelina Sondakh yang selama ini juga disebut-sebut M Nazaruddin terlibat dalam kasus Wisma Atlet menambahkan, pihaknya sama sekali tidak gentar dengan apa yang menjadi tuduhan M Nazaruddin Selama ini, karena semuanya telah dijelaskan pada KPK beberapa waktu yang lalu.
Transaksi Terkait Korupsi Pembangunan Wisma Atlet Capai Rp 4,9 M
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Transaksi tertinggi terkait kasus korupsi pembangunan wisma atlet SEA Games mencapai angka Rp 4,9 Miliar. Direktur Pengawasan dan Kepatuhan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan, Subiantoro, mengungkapkan transaksi tersebut dilakukan oleh perusahaan.
Menurutnya, transaksi dari proyek yang melibatkan sekretaris menteri pemuda dan olahraga, Wafid Muharram merupakan satu dari tiga belas Laporan Hasil Analisis yang berhasil ditelisik PPATK dari delapan bank. Untuk transaksi individu, ungkapnya, mencapai angka Rp 2,5 Miliar. "Untuk nilai transaksi keseluruhan teman-teman tim analis sedang melakukan pengkajian lebih lanjut," ujarnya di Jakarta, Senin (6/6).
Subiantoro mengungkapkan semua transaksi tersebut dilakukan oleh para aktor yang selama ini disebut terlibat dalam korupsi tersebut. "PPATK tidak boleh menyebut nama orang dan nama bank. Pokoknya terkait pihak-pihak itulah," katanya menjelaskan.
KPK menangkap tangan sekretaris menteri pemuda dan olahraga, Wafid Muharram sesaat setelah menerima suap dari Direktur Marketing PT Duta Graha Indah (DGI) M El Idris dan Direktur Marketing PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang alias Rosa. Ketiganya telah ditetapkan sebagai tersangka.
Cek senilai Rp 3,2 miliar yang ikut dibawa KPK saat penangkapan dilakukan diduga merupakan tiga persen dari 15 persen 'success fee' untuk proyek pembangunan wisma atlet di Jakabaring, Palembang. Wisma itu sendiri dianggarkan senilai Rp 191 miliar dan berupa 'block grant'. Kasus dugaan korupsi ini pun menyeret nama Bendahara Umum Partai Demokerat M Nazaruddin yang ternyata merupakan komisaris dari PT Anak Negeri, tempat tersangka Rosa bekerja.
Liputan6.com, Jakarta: Bendahara Umum Partai Demokrat Muhamad Nazaruddin kembali didera kasus tuduhan suap, Jumat (20/5). Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD melaporkan Nazaruddin ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Nazaruddin dilaporkan pernah memberikan sejumlah uang kepada Sekjen Mahkamah Konstitusi.

Presiden SBY sebagai Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat angkat bicara. "Saya melihat itu sebagai sesuatu yang tidak remeh meskipun sekarang kami dalam rangka mendapatkan penjelasan tentang ada apa sebenarnya. Dalam kapasitas saya sebagai tokoh Partai Demokrat saya rasa saya tidak perlu mendengar apa pun," kata Presiden Yudhoyono.

Belakangan, nama Muhamad Nazaruddin dikaitkan dengan kasus skandal suap Sesmenpora Wafid Muharam, pada proyek pembangunan Wisma Atlet di Palembang, Sumatera Selatan. Kemarin, Badan Kehormatan DPR menyatakan belum akan memanggil anggota DPR yang diduga terkait kasus ini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar